David Blehart dan rekan-rekan peneliti dari US Geological Survey, menemukan suatu bukti jamur ini menginfeksi kelelawar sehat dan menularkannya pada kelelawar lain yang ada di populasi tersebut. Akibatnya, penyakit yang disebut sebagai white nose syndrome (WNS) kemudian menyebar, khususnya di kawasan timur laut Amerika Serikat di mana setidaknya 1 juta ekor kelelawar tewas.
Dalam laporan yang dipublikasikan di jurnal Nature, Blehart menyebutkan, jamur ini khususnya menyerang saat kelelawar melakukan hibernasi. “Saat itulah mereka terinfeksi jamur. Adapun bagian tubuh yang paling banyak diserang adalah membran sayap kelelawar,” sebutnya pula.
Membran sayap kelelawar, selain memungkinkan mereka untuk terbang, juga berfungsi sebagai kontrol fisiologis seperti penahan air dan aliran darah sampai pelepasan CO2 saat tingkat pernafasan mereka turun hingga dua kali tarik nafas per menit.
Jamur G. destructants juga tampak menguras lapisan lemak milik kelelawar, dan juga massa tubuhnya. Blehart memperkirakan, sedikitnya kelelawar Eropa yang mati akibat jamur ini adalah karena spesies kelelawar eropa memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dan cenderung melakukan hibernasi dalam kelompok yang lebih kecil.
“Di kawasan Amerika Serikat, satu koloni hibernasi bisa terdiri sampai seribu ekor kelelawar. Ini menjadi santapan empuk bagi jamur tersebut,” kata Blehart.
sumber : nationalgeographic.co.id